1.01.2014

Surat Cinta, entah yang keberapa




Hampir empat tahun, sayang, sejak undangan putih sederhana pelaksanaan ijab qabul kita menjadi penanda permulaan cerita.
Dua tahun mengakrabi rindu karena terpisah jarak Sumatera Utara-Bengkulu, sembilan bulan mencicipi indahnya kebersamaan dalam satu atap peneduh panas dan hujan, untuk kemudian harus puas dengan pertemuan seminggu sekali, hingga hari ini.

Apa yang kita rasa?
Warna-warni tentunya.
Ada saatnya hati ini buncah atas syukur yang melangit, tiap kali mendapati senyummu di depan pintu, pun ketika mendengar lantun suaramu sebagai imamku.
Adakalanya hening memenuhi ruang antara, sebab bagaimanapun kita adalah dua yang berbeda. Acapkali aku dan kamu tak sempurna melebur menjadi kita.
Tak jarang airmata menitik tanpa suara, dini hari biasanya, ketika aku mendapati lelapmu, dan menemukan betapa laki-laki inilah yang telah melakukan hampir segalanya, atas nama kebahagiaan keluarga.

Hampir empat tahun, dan entah sudah berapa surat yang kutuliskan untukmu.
Deret aksara yang kupercaya untuk mewakili hadirku, terselip di kotak masuk hapemu, terkirim melalui emailku, juga selalu hadir diantara lipatan baju dalam koper yang kau bawa kembali.
Lembaran-lembaran sederhana tentang kita, tentang rindu yang menggigilkanku, tentang asa yang belum bermuara, tentang hari berat yang pada akhirnya terlewat, tentang betapa miripnya kamu dan Fayyadh, juga tentang sejuta hal sederhana dalam dunia kita. 


Sayang,
Kali ini izinkan aku merangkai terima kasih.
Karena kamu telah mengajarkan begitu banyak hal selama hampir empat tahun kita menyemai cerita.
Kamulah yang mengenalkanku pada rindu, sekaligus rapal doa untuk menjadikannya perekat dan pengingat agar ikatan kita semakin kuat, bukan semata luap rasa tanpa makna.
Kamu juga yang makin mendekatkanku pada syukur. Melalui genggam tangan yang menyiratkan bahwa  tak ada satu kesulitan pun yang diciptakan tunggal, tanpa diapit kemudahan.
Darimu juga aku mengumpulkan remah-remah keberanian. Hingga terus berbaik sangka dan optimis di tiap bilangan hari tanpa kehadiranmu disisi. Meyakini sepenuh hati bahwa ada Sebaik-baik Penjaga, dan kepadaNyalah kita bermunajat dengan segenap pinta.

Hampir empat tahun sejak aku mengeja makna jodoh, dengan namamu.
Hingga hari ini, untaian doa itu terangkai dalam repetisi abadi.
Semoga Allah berkenan menyatukan keluarga kita dalam kebersamaan, tidak hanya di dunia, tetapi hingga kelak di keindahan kampung keabadian. 





 aku mencintaimu,
selalu




http://jarilentikyangmenari.blogspot.com/2013/12/ga-kusebut-namamu-dalam-ijab-dan-qabul.html


2 comments:

Menyenangkan membaca komentar dari teman-teman. :D