3.24.2013

menyapa Tiga rindu



source


Apa kabar, nona semanggi?
"Payakumbuh dingin, makanya banyak tidur dan banyak makan",jawabmu suatu kali. Aku hanya tertawa. Bagiku, Payakumbuh itu jauh.  Tak lagi bisa kukunjungi sesuka hati, seperti saat kita masih kuliah dulu. Aku, membawa sebongkah lelah dan setumpuk cerita, mengetuk pintu kosmu, lalu memuntahkan semua padamu. Lalu, nona akan terpaksa terjaga (semua orang tahu nona tak bisa dan tak biasa tidur larut, tapi tentu aku tak mau tahu) mendengarkan ocehanku tentang lara, gugatan pada dunia, bahkan amarah tak beralamat. Tak hanya telinga yang terbuka, lengan dan hatimu pun menjadi naungan nyaman. Kita begadang bersama, aku bicara, dan nona menjadi pendengar setia. Hingga akhirnya aku jatuh tertidur, nona masih akan sempat menyelimutiku, dan melangitkan doa bagiku, diam-diam. Maka, jika hariku yang berdarah berakhir indah, itu karenamu. 
Atau haruskah kukatakan, jika di dunia ini ada bidadari, aku yakin mengenalnya dengan nama Uwi.

Apa kabar, teman seperjalanan?
Kamu akhirnya kembali ke pinggiran Jakarta, ke duniamu, dunia ilmu. Sampai sekarang, aku masih bisa tertawa ketika mengingat celotehan teman-teman ketika kita wisuda dulu. “Ayu sama Diana lg marahan ya? Kok duduknya jauhan sih”. Kita yang biasa bersama-sama, duduk bersebelahan, kadang dengan noraknya janjian memakai baju yang sama ke suatu acara, menertawakan lelucon yang sama, juga membicarakan banyak hal dengan nada sinis serupa, tiba-tiba terpisah demikian jauh. Ya, kamu berada di deretan depan diantara  para peraih IPK terbaik seangkatan,sementara aku nun jauh di deretan belakang sana. Kamu, jenius yang siap melahap ilmu apapun, sementara aku harus cukup puas dengan kenangan prestasi sewaktu masih berseragam putih abu. Tapi, perbedaan itu justru mengeratkan kita.  Kesediaanmu menjadi tentor pribadiku sebelum ujian akuntansi, keberadaanmu dengan rok kembar kita dan jilbab kuning pada hari ujian komperehensifku, adalah tulusnya dukungan dalam bahasa cinta.
Maka wajar ketika kukatakan, jika sekali waktu inspirasi berwujud rupa manusia, ia pasti pernah menyaru menjadi kamu.

Apa kabar,mbak ncus sayang ?
Pasti bahagia, sebab dipindahkan ke Solo berarti bisa sering-sering pulang ke Jogja, bukan? Aku masih hobi menunda, seperti yang selalu mbak bilang dulu. Dan iya, aku pun masih sama cengengnya. Kita mungkin adalah teman sekamar yang paling aneh. Masih saling berkirim surat, meski tiap kali membuka mata,dalam jengkel maupun gembira, yang ditemui adalah wajah yang sama. Tak terhitung malam yang menua tanpa kita menyadarinya, sebab asyik dengan dongeng pengantar tidur yang ternyata justru memaksa kita terjaga. Kisah kuliah seharian, kisah kasih tak kesampaian, kisah epik memperjuangkan nilai A, tak ada bedanya. Tentu terselip satu dua kisah pertengkaran, sebab aku sulung sok tau sedangkan mbak, bungsu yang kadang kumat manjanya. Tapi nyatanya, dua tahun berbagi kamar menyisakan tangis panjang ketika tiba waktunya perpisahan. Aku mencuri banyak, terutama persediaan semangat dan stamina mbak yang selalu ada.  Juga butir-butir pembelajaran tentang hidup dan kehidupan. Aku menyimpannya, selalu. Dalam ruang hati yang istimewa dan tak terganti.
Boleh kan kukatakan, jika energi bisa dikonversi dengan materi, aku yakin mbak adalah si kaya  yang sibuk berbagi tanpa merasa kehilangan apa-apa.

Rindu pada kalian timbul tenggelam. 
Suatu saat terasa demikian nyata, sekali waktu tersamarkan pacu waktu yang terburu. 
Tapi dalam hati, rindu ini abadi.
Semoga kita berkesempatan untuk dipertemukan
lalu bercengkerama.
Tidak hanya di dunia
namun hingga di kampung abadi nanti.


bersyukur bisa mengenal dan mencintai kalian,
-ayu-

_______________________________________________________________________________


"POSTINGAN PENUH RASA SYUKUR INI UNTUK MEMERIAHKAN SYUKURAN RAME RAME MAMA CALVINLITTLE DIJA DAN ACACICU








3.23.2013

Curhat Akhir Pekan

*lap lap debu dulu

Lama banget blog ini tak berpenghuni, eh ada sih, tapi penghuninya cuek aja gitu gak juga nambahin isi. Maaf ya, rumah kedua..
Sedang disibukkan oleh beberapa hal. Ceritanya sih, menyusun skala prioritas (uhuk!).
Soalnya kemarin sempat terjebak dalam "blogku mengalihkan duniaku". Beberapa hal yang seharusnya didahulukan jadi tertunda gara-gara kecanduan. Akhirnya, keteteran mengejar ketinggalan. Beberes sana, benahi sini, menyelesaikan ini, menuntaskan itu.
Jadilah memaksa diri untuk berpisah sejenak. Karena bagaimanapun yang berlebihan itu pasti tidak bijak, ya kan?
*padahal sebenarnya udah kangen nulis-nulis kurang penting cerita-cerita, udah gatel mau ikutan giveaway dan tentu saja kangen bersapa dengan teman-teman dunia maya.

Semoga sesudah ini bisa lebih pinter manage waktu. Melakukan kesenangan tanpa mengorbankan kewajiban. Belajar bersikap seimbang.

Oke mari kita beberes rumah dulu sebelum nerusin beresin rumah maya tercinta.
#siapin pel, sapu dan kemocengnya.
Semangaaaaaaat




3.16.2013

Hei kamu!

Cinta itu aneh ya
hampir tiga minggu ini aku bisa melihat wajah lelapmu
bisa mengamati batik yang kau kenakan tiap kali

namun,
ada sebagian hati yang merindu larik bersahutan yang senantiasa menyela kerja kita
ada selarik rindu menemukan manis kata dan aksara

bukan,bukan
bukan aku tak mensyukuri semua

hanya saja,
sekerat rindu ini merayu penaku
untuk menarikan pengakuan

Hei kamu,
aku r i n d u


source


carikan kertas hampir 5 bulan lalu, ketika kebiasaan sms-an dan chatting dengan suami  jauh berkurang  secara frekuensi.

3.12.2013

menjadi bunga matahari


Pernah di suatu hari,
aku jatuh hati
pada bunga matahari
tak ada wangi
tak juga jelita
namun adakah yang meragu,
pada tafsirnya atas setia


Lama kemudian aku terpesona
pada anggrek dengan kecantikannya

juga melati nan semerbak wangi
atau tulip, kuncup anggun memanja mata  


source




Lama sekali untukku akhirnya menyadari
hatiku penuh memilih bunga pertama
bulat sederhana namun bermakna
bunga mataharilah yang mengajarkanku
menghadapkan wajah pada satu arah
mengikuti edarnya senantiasa
mengeja setia sebagai hamba

aku seharusnya tahu,
aku ingin menjadi 
bunga matahari


3.05.2013

Guruku, Mbah Kakungku

Adalah Mbah Kakung yang mengajarkan saya banyak hal terkait Jogjakarta,dan budayanya terutama bahasa Jawa. Beliau merupakan abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Setiap hari, di umur yang telah berkepala 8, beliau masih sanggup bersepeda onthel dari rumah kami ke Keraton untuk "ngabekti" sebagai juru ukur tanah Keraton. Kecintaan pada tanah tempat hidupnyalah yang membuat beliau tetap bersemangat menjalani hari-hari selepas pensiun dengan ngabekti di Keraton.

Kentara sekali keinginan beliau untuk mewariskan kecintaan pada kebudayaan Jogja dan pernak-perniknya. Salah satu buktinya adalah ketika Mbah Kakung membelikan saya buku cerita bertuliskan aksara Jawa hanacaraka dan seterusnya. Kemudian setiap sore, mbah kakung akan  meminta saya membacanya dengan keras, sambil sesekali membetulkan bacaan saya yang salah. Beliau selalu siap membantu saya menyelesaikan PR Bahasa Jawa dari sekolah. Ketika saya bercerita bahwa di sekolah ada mata pelajaran karawitan (belajar memainkan gamelan Jawa), beliau antusias mendengar cerita saya. Apalagi ketika saya berhasil menjadi juara lomba geguritan (membaca puisi berbahasa Jawa) kebanggaan jelas terpancar dari wajah beliau.




Diantara banyak hal yang beliau ajarkan, ada satu hal yang berulang kali beliau tekankan yakni trap-trapaning basa. Artinya, menggunakan bahasa secara tepat, sesuai dengan tata krama dan nilai sopan-santun. Sebab bahasa Jawa memiliki 3 tingkatan yaitu ngoko(biasa), krama alus/krama madya (bahasa halus tingkat menengah), dan krama iggil (bahasa halus tingkat tinggi). Bagi saya, bagian pelajaran ini tidak mudah. Sebab tidak hanya dibutuhkan pengetahuan, namun juga pembiasaan dan keberanian. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari berbahasa Jawa menjadi satu kondisi yang tidak terhindarkan.Contohnya, jika ada seorang tetangga, Pak Septa misalnya, bertamu ke rumah kita.

Assalamu'alaikum
Wa'alaikumsalam.
Nyuwun sewu pak, badhe kepanggih sinten nggih?
Bapak neng dalem,dek?
Nggih, nanging bapak nembe tilem.
Apa ora tindak neng daleme Pak RT? Jare ana rapat pengurus koperasi.
Mboten pak, wau bapak criyos menawi meriang, dados mboten saged kesah wonten dalemipun Pak RT.
Assalamu'alaikum
Wa'alaikumsalam
Maaf pak, mau bertemu siapa ya?
Bapak di rumah dek?
Iya, tapi bapak sedang tidur.
Apa dia tidak pergi ke rumah Pak RT? Katanya ada rapat pengurus koperasi.
Tidak, Pak. Tadi bapak saya bilang sedang meriang jadi tidak bisa pergi ke rumah Pak RT. 

Dalam percakapan singkat ini, kita akan menemukan dua bentuk kata yang sama-sama berarti pergi yakni tindak dan kesah. Tindak merupakan bentuk krama inggil dari kata lunga (pergi). Pak Septa menggunakan kata tindak sebagai bentuk penghormatan terhadap ayah saya, sementara saya menggunakan kesah karena subjeknya adalah ayah saya, dimana pilihan yang lebih pas adalah menggunakan krama madya, bukan krama inggil. Jika saya menggunakan krama inggil, tersirat kesan seolah saya sombong, namun juga keliru menggunakan bahasa ngoko karena berarti saya tidak menghormati orang tua saya sendiri. Jadi digunakan yang pertengahan, krama madya. Demikian juga dengan kata tilem yang berarti tidur, adalah pertengahan antara kata turu dan sare.
Pak Septa konsisten menggunakan diksi yang termasuk bahasa krama inggil yaitu dalem( omah-griya-dalem), tindak (lunga-kesah-tindak). Sementara saya menggunakan krama madya untuk kata-kata yang subyeknya adalah ayah saya, namun menggunakan krama inggil untuk subyek Pak RT (saya menyebut rumah Pak RT dengan dalem, bukan griya) semata untuk penghormatan.

Jujur, saya masih  sering keliru menerapkannya dalam percakapan keseharian. Apalagi sesudah saya cukup lama hidup di Sumatera. Terlebih, suami pun orang Magelang yang hanya numpang lahir, namun besar di Bengkulu. Makin jarang saya menggunakan bahasa ibu. Jika dulu masih ada Mbah Kakung yang setia mengingatkan, sekarang saya memilih bermain aman dengan menggunakan bahasa Indonesia. Namun, jika pulang kampung tentu saya tidak bisa menghindar, keluarga besar bisa dipastikan akan riuh berbahasa Jawa. Dan saya, harus siap dikoreksi setiap kali, atau tergagap beberapa saat mencari kata yang tepat. Namun sungguh, saya sering sekali rindu dengan suasana itu, dan rindu pada guru saya, Mbah Kakung yang tetap ganteng di usia senjanya.


Postingan ini diikutsertakan di aku cinta bahasa daerah giveaway





3.04.2013

Ilustrasi Alif Si Kucing Kecil

Ayah punya post

Rencananya mau bikin satu storybook digital pake aplikasi Pixlore. Sempet disinggung di post yang ini, Pixlore tool bikin storybook. Tool-nya sudah tersedia, sekarang waktunya ngumpulin ilustrasinya.

Di post ayah terdahulu, ada muncul karakter Alif Si Kucing Kecil. Karena masih sebatas iseng coret-coret untuk tes unggah gambar di Pixlore, jadi masih kasar banget. Malem ini dicoba untuk dipoles dikit. Masih belum puas sih, tapi overall sudah "membentuk" lah.



Ilustrasi masih jadi PR besar, tetapi itu adalah PR yang menyenangkan. Saya sangat menikmati prosesnya.

Mohon doanya ya. :D

3.02.2013

anak ayah

Kecemasan yang senantiasa membayang ketika kami masih menjalani Long Distance Marriage sesudah kelahiran Fayyadh adalah tentang kedekatan ayah-anak. Sempat terbersit khawatir jika disebabkan karena intensitas pertemuan yang kurang, hubungan keduanya tidak sedekat yang kami harapkan. Alhamdulillah, kelahiran Fayyadh hingga aqiqahnya di hari ketujuh disaksikan oleh ayahnya. Namun sesudah itu, mereka baru bisa bertemu per dua bulan. Hingga ayahnya sering berkata, setiap ayah pulang, selalu ada keajaiban. Kemaren kayaknya masih tidur-tiduran, pulang berikutnya udah guling-guling kesana kemari. Kesempatan pulang berikutnya, tiba-tiba udah bisa duduk sendiri, di kesempatan yang lain, fayyadh sudah bisa berjalan menyambut ayah pulang. 

Alhamdulillah, kekhawatiran itu tidak terjadi. Fayyadh tetap dekat, bahkan lengket dengan ayahnya. Seolah mengerti, tiap kali ayahnya pulang, Fayyadh benar-benar menempel ketat. Seolah hendak menuntaskan kerinduan akibat lama tak bertemu. Dan kedekatan itu, terjalin hingga kini.


    
Foto diambil dengan pocket camera.


 Postingan ini dipersembahkan untuk Ibu FauzanMama OlivePapanya Cintya-Agas