sajak matahari
sekali waktu
Sekali waktu, air mata menjadi satu satunya bahasa
Setelah segala gelembung kata berbusa raib dalam kejap mata
tidak sepenuhnya bisa dimengerti
Tapi
sekali waktu,
hanya rerintik cantik yang mampu gemulai berlagu
Bunda no.2
Salah satu hal yang saya dan suami takutkan terkait keterpisahan jarak antara kami adalah,
Sebuah skenario ketika sang ayah terpaksa harus mengalami momen tidak menyenangkan sebab si anak tidak mengenali sosoknya yang berdiri persis di depan si bocah setelah menempuh perjalanan jauh demi melunasi rindu sekian lama tak bertemu.
Tapi alhamdulillah, ayah tidak pernah harus mengalami fase ini.
Setiap kali ayahnya pulang, hanya perlu memanggil dengan suara dan nada khas yang biasa didengar fayyadh tiga kali sehari,
dan si bocah langsung membulatkan pandang, lalu merentangkan tangan.
Sesudah itu?
tentu saja bunda harus cukup puas menjadi si nomor dua.
Mandi sama ayah, maen jelas lebih seru ditemenin ayah, makan lebih lahap karena bareng ayah, baca buku cerita pun mending milih sama ayah padahal ayahnya gak telaten bacain ceritanya dan main bolak balik halaman bukunya aja
Bunda hanya diingat menjelang lelap.
Untuk dipunggungi dan sejenak kemudian ditinggal bermimpi (bahkan mungkin mimpinya pun tentang dia dan ayah)
Cemburu?
Ah, bunda terlalu sibuk merasa bahagia.
Dan bunda pun sepenuhnya mengerti, fayyadh tidak bertemu ayah setiap hari.
Jadi, selagi ada sang idola, bunda tersingkir untuk sementara.
Gakpapa, bunda kan jadi bisa duduk-duduk cantik sambil nonton infotainment ketika ayah dan fans beratnya sedang sibuk dengan dunia mereka.
bahagia Juni ini :
adalah sarapan kesiangan dengan bihun yang lupa diberi garam
adalah menonton Indonesian idol dan turut mengomentari ngalor ngidul
adalah berburu kaos murah dengan gambar yang tidak merusak pemandangan
adalah berkutat memperbaiki keran air mesin cuci meski tetap tidak berhasil
adalah memenuhi troli belanja lalu menggerutu karena ketinggalan kartu member sehingga kehilangan potongan harga
bahagia bulan ini adalah
mengalami segala peristiwa keseharian,
dengan segala rupa ketidaksempurnaan
Pulang di Bulan Juni
Alhamdulillah, seperti yang Bunda kabarkan di sini, Ayah akhirnya punya kesempatan pulang lagi. Nasib pegawai yang cutinya sudah habis, kali ini cuma mengandalkan izin dua hari dari Pak Kepala Kantor. Alhamdulillah dimudahkan saat meminta izin. Mafhum dan maklum kali ya sama pasangan yang LDR-an. Terima kasih ya Pak.
Setelah 6 jam perjalanan kereta api Rantauprapat-Medan, dua hari berjibaku sampai terkantuk-kantuk mengikuti sosialisasi peraturan PPh terbaru, 2 jam perjalanan pesawat Medan-Jakarta, menggelandang semalaman di emperan Bandara Soetta, 1 jam perjalanan pesawat Jakarta-Bengkulu, akhirnya bisa bertemu Bunda dan Fayyadh lagi setelah dua bulan lewat! Alhamdulillah. Bunda menyambut dengan senyum hangat, sayang Fayyadh sedang lelap. Ooo tidak bisa, Ayah bangunin deh Fayyadh, haha.
Kalau sudah lama tak bersua seperti ini, hal-hal kecil dan sederhana rasanya benar-benar syahdu. Makan di luar, belanja bareng, menemani si kecil bermain bersama anak-anak satu komplek, berkunjung ke rumah Mbah Bengkulu, bahkan ngumpul bertiga tanpa melakukan apa-apa pun terasa begitu menentramkan. Baru terasa rasanya berkeluarga. Benar sekali jika cinta jiwa itu harus bertemu dengan cinta fisik. Harus, karena itulah yang menentramkan.
Mumpung di rumah dan mumpung ada gadget kamera, jeprat-jepret trus. Pas di rumah, di pusat perbelanjaan, di tempat makan, di pantai. Memang ini salah satu misi pulang kali ini. Punya tangkapan memori berupa foto. Untuk dilihat-lihat kembali saat berada jauh dari rumah.
Pulang selama 4 hari itu sangat amat kurang.
Ah, ingin kumpul lagi. Terserah dimana, di Bengkulu, di Rantauprapat, di Jogja juga boleh. :D
Sebelum nantinya berkumpul di surga, aamiin.
Nggaya. |
Mamam bihun buatan Bunda. |
Tampang kecapean. |
Main di jalan bebatuan depan rumah. Gak mau beranjak dari sana. |
Mamam kentang goreng. Suka nih. |
Cakeeep :D |
Main pasir bareng. |
Nyanset with ndeprok di pantai. |
Walaupun agak kurang fokus, gapapa, suka banget sama ini. |
hati hati, ayah
Bangun tidur siang,bocah kecil itu menatap sekeliling.
Mencari partner bermainnya kemarin
Yang membuat dia enggan tidur dua kali sehari
Yang membuat tawanya membahana sejak terjaga
Yang menjadikan segala rupa benda sebagai mainan baru dan seru
"sayang, ayah naik pesawat sekarang. Kembali ke tempat ayah bekerja.
Nanti, kalau ada kesempatan lagi, atau jika Lebaran hampir tiba InsyaAllah ayah akan datang menemani fayyadh bermain lagi".
Mata jernih itu menatap memastikan, lalu perlahan tangan mungilnya meraih pesawat mainan.
Menggenggam, lalu menarikan pesawat mainan di udara tanpa suara.
satu kesempatan lagi
Alhamdulillah, tiket Medan- Jakarta, Jakarta-Bengkulu sudah dipesan.
Alhamdulillah, ijin dua hari Senin dan selasa depan telah disetujui.
#berseri seri
Jadi ceritanya ayah mau pulang, dan fayyadh serta bunda tidak sabar menantikan ayah datang.
Ayah kebagian tugas dinas ke Medan hari kamis dan jumat pekan ini, dan ayah memutuskan untuk meneruskan perjalanannya ke bengkulu.
Berhubung jatah cuti tahunan sudah tak bersisa lagi, maka ayah minta ijin tidak masuk kantor dua hari.
Sangat singkat memang.
Datang sabtu menjelang siang, dan harus kembali terbang selasa siang.
Namun bagaimanapun bunda tetap bersyukur.
Allah masih memberi kami kesempatan melalui tanda tangan persetujuan ijin dari kepala kantor ayah, transfer gaji di rekening ayah, dan tiket hasil pencarian seorang teman.
Semoga Allah memberikan perlindungan pada ayah selama menjalani tugas dinas hingga perjalanan pulang menemui kami.
Amiin
ajaran cinta beliau
setiap kali malas bangun malam untuk tahajjud, yang terbayang adalah kamu, nduk.
Dan tiba tiba ada kekuatan untuk mengalahkan godaan syaithan.
Ibu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendoakanmu, mumpung masih ada kesempatan itu.
Dan sebagai anak, rasanya tak habis syukur saya mendengarnya.
memiliki ibu yang demikian cintanya, hingga saya dan kebaikan bagi saya adalah alasan baginya untuk terus meminta padaNya.
Saat ini, saya telah memiliki seorang anak laki laki.
Dan berkaca pada ibu saya,selalu membuahkan tanya
Mampukah saya memaknai cinta sebagai orang tua, sebagaimana ibu saya mengajarkannya?
04 Juni ini
Selalu terasa ada yang berdesir di hati ketika mendengar berita membahagiakan berupa sebuah (rencana) pernikahan. Selalu ada bagian hati yang turut melafazkan doa kebaikan. Apalagi jika kemudian berkesempatan mendengar penggalan cerita awal mula rencana itu ada. Terlebih jika cerita itu berupa romansa.
Tak jarang justru saya yang tersipu, atau bahkan menangis haru. Ada ribuan cara, bahkan mungkin yang tak pernah terlintas dalam ruang imajinasi sekalipun. Yang paling menggetarkan tentu saja ketika rangkai cerita itu berawal dari sebuah biodata yang dipertukarkan dalam niat ibadah dan dakwah.
Subhanallah.
Pun kali ini. Sahabat saya berkenan membagi berita bahagia. Di saat yang sama, kebahagiaannya pun menular pada saya. Aura bahagianya mengingatkan saya pada diri saya sendiri, sekian bulan lalu. Ketika segala rasa, bahagia, cemas, takut, ribet, bahkan malu malu menjadi satu. Sebuah kombinasi rasa yang luar biasa. Hingga detik terucapnya ikatan yang kokoh itu, saya tak pernah berhasil mengidentifikasi nama dari segala rasa yang ada, maka kemudian saya putuskaan untuk merangkumnya dalam nama bahagia.
Berita pernikahan, adalah satu hal yang terdengar merdu, selalu.
* tuan putri, barakallah..semoga berlimpah barakah, sakinah mawahdah warahmah,
dan semoga dengan berjamaah, menjadi semakin luas kemanfaatan dalam dakwah.
tentu saja
Tentu saja amat berbeda
Pesan singkat yang menanyakan udah shalat, sayang?
Dan sebuah kecupan ringan, senyum manis disertai tarikan tangan lembut sambil berujar imamin ya sayaaaaaang..
Ya Alloh..mohon mudahkan jalan kami menuju kebersamaan d dunia ini, hingga kelak d surgaMu yg abadi.
Tak seharusnya
sudahkah kusampaikan padamu, bahwa ini tidak mudah?
mengeluhkah?
sudahkah kukatakan bahwa menetapi janji adalah lakon berdarah?
berlebihankah?
Entah
mungkin aku lupa,
atau terlalu jumawa untuk mengakuinya
hati hati di jalan,sayang..
semoga segera hilang getirnya kecewa yg tertelan
kecewa yang tidak seharusnya ada
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
aku menunggu
apa yang mampu mengembangkan senyumku?
senyummu, dan pelukan sesudah itu
apa yang bisa meronakan pipi merah dadu?
sapamu, dengan kata sanjung itu
apa arti bahagia bagiku?
Bersamamu
rasanya ingin kutukar apa saja,
demi kebersamaan yang tak ternilai harganya
namun,
ada satu hal yang tak sanggup kugadaikan
suara nurani mengetahui kesempatan yang dicuri
atau sengaja dicipta dengan rekayasa
bersamamu adalah bahagia bagiku, tentu
mendengar pujianmu masih mengguratkan semburat malu
memelukmu tetap merupakan alasan sempurnanya lengkung senyuman
namun
memunggungi kebenaran bukanlah sebuah pilihan
aku takut kebersamaan kita tanpa keberkahan
dan sungguh aku takut kita terpisah di kampung keabadian
maka aku akan menunggu
hingga terkabulnya butiran doa sederhana,
kebersamaan dengan ridhaNya
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT