Melihat dua laki-laki terlelap.
Hangat.
Tepat lima bulan kami merasakan hidup bersama dalam satu rumah (sewa). Sederhana saja. Memulai pagi dengan celoteh fayyadh yang sibuk bermain dengan ayahnya, sementara bunda sibuk sendiri, cuci piring, mencuci baju, memasak, menyapu, menyeterika atau apapun yang bisa dilakukan sebelum berjalan kaki setengah berlari ke kantor.Pada jam istirahat siang bunda dan ayah pulang, berjalan bersisian. Empat menit kemudian, nyaring suara fayyadh menjawab salam. Bertiga, kami makan siang. Sederhana saja. Kadang bahkan ayah harus menunda laparnya sebab menunggu bunda menggoreng telur dadar dulu.
Sekali lagi meninggalkan fayyadh (yang sedang tidur siang), bunda dan ayah kembali pada tumpukan pekerjaan. Sebisa mungkin menyegerakan waktu pulang. Tak ingin melewatkan waktu bermain bersama fayyadh di halaman. Mengambil batu dan melemparnya ke selokan, lempar tangkap bola, menarik truk mainan atau bahkan sekadar duduk bertiga di teras memandang senja.
Kebahagiaan tambahan datang di akhir pekan, meskipun kami sering melewatkannya dengan sedikit jalan-jalan, dan banyak beres-beres (pekerjaan domestik yang tidak bisa diselesaikan pada hari kerja kemudian menjadi beban akhir pekan). Sekadar berboncengan motor membeli sate ayam kesukaan ayah, atau mengajak fayyadh naik odong-odong selalu menjadi kebahagiaan tersendiri.
Sederhana saja.
Namun bagi bunda, itulah bahagia.
2.02.2013
Bahagia itu sederhana :)
ReplyDeleteLove this post :D
ReplyDeletebenar mb mugniar, bahagia itu sederhana..
ReplyDeletemakasih dek andiah
ReplyDelete^^