4.21.2012

rindu

Kenangan tentang sepotong senja itu tak pernah hilang.
Gadis cilik dibonceng sepeda tua dengan hati riang sepanjang perjalanan menuju istana negara.
Sang Bapak memenuhi janji mengajaknya menonton parade hari kemerdekaan yang gegap gempita oleh marching band dan gagah seragam tentara sebagaimana yang kerap dikisahkannya.

Cerita sepotong siang nan terik itu pun terus membekas.
Bergandeng tangan, si gadis kecil berpanasan berjalan bersisian, dan sang Bapak sibuk bercerita agar gadis cilik lupa pada lelah kakinya.
Rumah nenek masih jauh, dan tak ada uang tersisa utk menumpang ojek. Rupiah terakhirnya ditukar dengan sebungkus bakso demi tidak melihat gadis ciliknya kecewa.

Ada pula sketsa bertahun lalu. Gadis cilik tak suka prakarya, namun ibu gurunya tak mau tahu. Maka sang Bapak mencari batu, memalu, menimbulkan bunyi sesiang itu, dan menghapus kusut wajah gadis ciliknya dengan batu sekepalan yang dia namakan asbak.

Seolah semua itu pernah terkunci.
Rapat di sudut ingatan yang tak sudi lagi diputar kembali.
Gadis cilik itu seolah tak pernah ada,dan merasa sejak lahir telah dewasa.



Bapak,
Betapa aku rindu
Menjadi gadis cilikmu

0 comments:

Post a Comment

Menyenangkan membaca komentar dari teman-teman. :D