![]() |
source |
![]() |
source |
*lap lap debu dulu
Lama banget blog ini tak berpenghuni, eh ada sih, tapi penghuninya cuek aja gitu gak juga nambahin isi. Maaf ya, rumah kedua..
Sedang disibukkan oleh beberapa hal. Ceritanya sih, menyusun skala prioritas (uhuk!).
Soalnya kemarin sempat terjebak dalam "blogku mengalihkan duniaku". Beberapa hal yang seharusnya didahulukan jadi tertunda gara-gara kecanduan. Akhirnya, keteteran mengejar ketinggalan. Beberes sana, benahi sini, menyelesaikan ini, menuntaskan itu.
Jadilah memaksa diri untuk berpisah sejenak. Karena bagaimanapun yang berlebihan itu pasti tidak bijak, ya kan?
*padahal sebenarnya udah kangen nulis-nulis kurang penting cerita-cerita, udah gatel mau ikutan giveaway dan tentu saja kangen bersapa dengan teman-teman dunia maya.
Semoga sesudah ini bisa lebih pinter manage waktu. Melakukan kesenangan tanpa mengorbankan kewajiban. Belajar bersikap seimbang.
Oke mari kita beberes rumah dulu sebelum nerusin beresin rumah maya tercinta.
#siapin pel, sapu dan kemocengnya.
Semangaaaaaaat
Cinta itu aneh ya
hampir tiga minggu ini aku bisa melihat wajah lelapmu
bisa mengamati batik yang kau kenakan tiap kali
namun,
ada sebagian hati yang merindu larik bersahutan yang senantiasa menyela kerja kita
ada selarik rindu menemukan manis kata dan aksara
bukan,bukan
bukan aku tak mensyukuri semua
hanya saja,
sekerat rindu ini merayu penaku
untuk menarikan pengakuan
Hei kamu,
aku r i n d u
![]() |
source carikan kertas hampir 5 bulan lalu, ketika kebiasaan sms-an dan chatting dengan suami jauh berkurang secara frekuensi. |
![]() |
source |
Adalah Mbah Kakung yang mengajarkan saya banyak hal terkait Jogjakarta,dan budayanya terutama bahasa Jawa. Beliau merupakan abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Setiap hari, di umur yang telah berkepala 8, beliau masih sanggup bersepeda onthel dari rumah kami ke Keraton untuk "ngabekti" sebagai juru ukur tanah Keraton. Kecintaan pada tanah tempat hidupnyalah yang membuat beliau tetap bersemangat menjalani hari-hari selepas pensiun dengan ngabekti di Keraton.
Kentara sekali keinginan beliau untuk mewariskan kecintaan pada kebudayaan Jogja dan pernak-perniknya. Salah satu buktinya adalah ketika Mbah Kakung membelikan saya buku cerita bertuliskan aksara Jawa hanacaraka dan seterusnya. Kemudian setiap sore, mbah kakung akan meminta saya membacanya dengan keras, sambil sesekali membetulkan bacaan saya yang salah. Beliau selalu siap membantu saya menyelesaikan PR Bahasa Jawa dari sekolah. Ketika saya bercerita bahwa di sekolah ada mata pelajaran karawitan (belajar memainkan gamelan Jawa), beliau antusias mendengar cerita saya. Apalagi ketika saya berhasil menjadi juara lomba geguritan (membaca puisi berbahasa Jawa) kebanggaan jelas terpancar dari wajah beliau.
Diantara banyak hal yang beliau ajarkan, ada satu hal yang berulang kali beliau tekankan yakni trap-trapaning basa. Artinya, menggunakan bahasa secara tepat, sesuai dengan tata krama dan nilai sopan-santun. Sebab bahasa Jawa memiliki 3 tingkatan yaitu ngoko(biasa), krama alus/krama madya (bahasa halus tingkat menengah), dan krama iggil (bahasa halus tingkat tinggi). Bagi saya, bagian pelajaran ini tidak mudah. Sebab tidak hanya dibutuhkan pengetahuan, namun juga pembiasaan dan keberanian. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari berbahasa Jawa menjadi satu kondisi yang tidak terhindarkan.Contohnya, jika ada seorang tetangga, Pak Septa misalnya, bertamu ke rumah kita.
Assalamu'alaikum
Wa'alaikumsalam.
Nyuwun sewu pak, badhe kepanggih sinten nggih?
Bapak neng dalem,dek?
Nggih, nanging bapak nembe tilem.
Apa ora tindak neng daleme Pak RT? Jare ana rapat pengurus koperasi.
Mboten pak, wau bapak criyos menawi meriang, dados mboten saged kesah wonten dalemipun Pak RT.
Assalamu'alaikum
Wa'alaikumsalam
Maaf pak, mau bertemu siapa ya?
Bapak di rumah dek?
Iya, tapi bapak sedang tidur.
Apa dia tidak pergi ke rumah Pak RT? Katanya ada rapat pengurus koperasi.
Tidak, Pak. Tadi bapak saya bilang sedang meriang jadi tidak bisa pergi ke rumah Pak RT.
Ayah punya post
Kecemasan yang senantiasa membayang ketika kami masih menjalani Long Distance Marriage sesudah kelahiran Fayyadh adalah tentang kedekatan ayah-anak. Sempat terbersit khawatir jika disebabkan karena intensitas pertemuan yang kurang, hubungan keduanya tidak sedekat yang kami harapkan. Alhamdulillah, kelahiran Fayyadh hingga aqiqahnya di hari ketujuh disaksikan oleh ayahnya. Namun sesudah itu, mereka baru bisa bertemu per dua bulan. Hingga ayahnya sering berkata, setiap ayah pulang, selalu ada keajaiban. Kemaren kayaknya masih tidur-tiduran, pulang berikutnya udah guling-guling kesana kemari. Kesempatan pulang berikutnya, tiba-tiba udah bisa duduk sendiri, di kesempatan yang lain, fayyadh sudah bisa berjalan menyambut ayah pulang.
Alhamdulillah, kekhawatiran itu tidak terjadi. Fayyadh tetap dekat, bahkan lengket dengan ayahnya. Seolah mengerti, tiap kali ayahnya pulang, Fayyadh benar-benar menempel ketat. Seolah hendak menuntaskan kerinduan akibat lama tak bertemu. Dan kedekatan itu, terjalin hingga kini.
Foto diambil dengan pocket camera.
Postingan ini dipersembahkan untuk Ibu Fauzan, Mama Olive, Papanya Cintya-Agas