Salah satu hajat akbar Jogjakarta tercinta adalah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diberi nama sekaten. Konon, kata sekaten berasal dari kata syahadatain, yang bermakna dua kalimat syahadat yang merupakan pintu gerbang keislaman seseorang. Perayaan sekaten awalnya merupakan salah satu cara dakwah dengan memanfaatkan nilai budaya, menggunakan bebunyian gamelan guna mengumpulkan banyak orang. Di antara merdunya alunan gamelan laras pelog tersebut kemudian diselipkan syiar nilai-nilai Islam pada kumpulan orang tersebut. Dalam perkembangannya, perayaan sekaten makin dimeriahkan dengan pasar malam dimana pengunjung dapat menemukan beraneka macam barang, mulai dari pakaian, batik, boneka, peralatan rumah tangga, makananan hingga bibit tanaman hias. Selain itu pengunjung juga dimanjakan dengan wahana permainan seperti bianglala, rumah hantu, lokomotif mainan dan sebagainya. Untuk pengunjung yang ingin berwisata budaya pun, difasilitasi dengan alunan gamelan dan pertunjukan tari, wayang kulit atau wayang orang sesuai dengan jadwal.
 |
Gerbang Alun-Alun tempat penyelenggaraan Sekaten |
 |
Bianglala |
 |
Gerbang Keraton menuju tempat penyelenggaraan pertunjukan seni |
 |
Kereta Kencana di serambi Keraton |
 |
Jadwal Panggung Keseninan Keraton. |
 |
Pertunjukan seni tari. |
Setiap tahun, sebisa mungkin keluarga kami turut larut dalam keramaian sekaten. Sebab sekaten merupakan pesta rakyat tahunan yang selalu dinantikan. Biasanya dengan menumpang andong, kami sekeluarga menuju ke Alun-Alun, berbaur bersama warga Jogja, turis lokal, bahkan turis mancanegara untuk menikmati sekaten. Namun, sejak bekerja dan tinggal di pulau Sumatera (Bengkulu, kemudian pindah ke Sumatera Utara) saya kehilangan momen menyenangkan itu. Sekaten terakhir yang saya kunjungi adalah tahun 2010. Kangen sekali dengan ritual jalan-jalan mengintip sebentar gamelan Kyai Guntur Madu, kemudian membeli sate endog abang dan harum manis, juga menikmati wahana bianglala. Semoga akan ada kesempatan kembali bagi saya untuk mengunjungi sekaten dan memperkenalkan Fayyadh pada hajat besar kota kelahirannya.
----------------------------------------------------------
Biasanya nek sekaten tuku galundeng :D
ReplyDeleteseneng juga to un? aku sampe saiki penasaran cara bikinnya lho..kayaknya gampang, kalo bikin sendiri yo gagal
ReplyDeletekeren ui di yogya masih kental budayanya. Beda bgt klo di jakarta :(
ReplyDeleteMampir kesini ya, salam kenal Peta Indonesia Karya Anak Negeri
iya, jogja masih kental dengan muatan budaya
Deletesalam kenal jugaaaa
Pemenang Giveaway: Cerita Tentang Jogja sudah saya postingkan. Silakan lihat di blog saya. Matur Suwun.
ReplyDelete